Selasa, 14 Juli 2015

“Mapel TIK, Hidup Segan Mati Pun Tak Mampu”

Hidup segan, mati pun tak mampu! Kata-kata tersebut mungkin pantas disematkan pada mapel TIK di tengah perubahan kurikulum dan penerapan kurikulum ganda di Indonesia, yaitu KTSP dan kurikulum 2013. Seperti diketahui sebelumnya, di akhir masa jabatan menteri pendidikan era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terjadi perubahan besar dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah. Para pengampu pendidikan pun banyak yang bertanya-tanya, penerapan KTSP belum genap 10 tahun pun akhirnya “dikandaskan” begitu saja tanpa adanya kajian ilmiah yang mendukung dengan dalih telah gagal. Padahal untuk melihat keberhasilan kurikulum, minimal dibutuhkan waktu 10-15 tahun. Salah satu yang mengalami perubahan besar adalah hilangnya mapel TIK di tingkat SMP dan SMA, serta KKPI di tingkat SMK di kurikulum 2013. 
“Anak TK saja sudah bisa internet-an”,  kalimat yang pernah terlontar dari salah satu dari pejabat penentu pendidikan seolah-olah menjadi bukti bahwa belum pahamnya esensi TIK menjadi sebuah keilmuan, bukan hanya sebagai tools atau alat. Padahal TIK itu bukan hanya sekadar bisa mengetik dan bisa internet-an, tetapi lebih ke arah bagaimana bisa memanfaatkan TIK itu sesuai dengan kaidah dan ilmunya sesuai dengan tingkat pendidikan. Banyak anak sekarang yang bisa menggunakan produk dari TIK, tetapi masih sedikit yang menggunakan dengan kaidah, aturan sesuai dengan keilmuannya. TIK dianggap sudah terintegrasi di setiap mapel dengan cara guru sudah menggunakan powerpoint dalam menyampaikan materi, siswa sudah mampu mengerjakan tugas dengan menggunakan Word, Excel, Powerpoint, padahal itu mungkin hanya terjadi di sekolah perkotaan dan para siswa sudah difasilitasi oleh orang tuanya dari kecil. Tetapi, itu pun belum cukup membuat siswa mampu membuat sebuah artikel, makalah, maupun presentasi yang baik. Siswa tetap butuh mapel TIK untuk lebih memahami keilmuan TIK itu sendiri. Sedangkan di sekolah yang berada jauh dari perkotaan, berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Alih-alih menguasai Word, Excel, Powerpoint, mengenal komputer saja sudah cukup beruntung bagi mereka. Justru mapel TIK inilah yang menjadi tumpuan mereka untuk mengejar ketertinggalan mereka di bidang teknologi khususunya.
Pemerintah seharusnya membuat sebuah kebijakan dengan mempertimbangkan keseluruhan wilayah Indonesia, bukan hanya dilihat dari sekolah perkotaan. Anak-anak masih membutuhkan mapel TIK untuk belajar. Kewajiban pemerintah adalah memeratakan pendidikan, bukan malah mematikan semangat untuk “melek” teknologi. Update materi dari TIK di setiap jenjang, upgrade kompetensi guru TIK sehingga siswa bisa benar-benar merasakan kebermanfaatannya kelak untuk menghadapi era globalisasi saat ini. 

Endra Kuswara
Guru TIK SMP Negeri 1 Petang