Sabtu, 20 September 2014

Menjadi Guru di Jaman "Edan"

Guru adalah sebuah profesi yang bisa dikatakan sangat berharga pada jaman "edan" ini. Bagaimana tidak, di tengah tergerusnya budaya dan karakter bangsa guru tetap dituntut untuk menjadi "agent of change" sebagai sektor vital yang berkaitan langsung dengan masyarakat.

Tantangan guru tidak mudah. Pertama, guru selalu menjadi "alat politik" dari pemangku kebijakan yang konon katanya mempunyai visi dan misi memperbaiki dan membawa pendidikan ke arah yang lebih baik. Survey PISA mengenai kemampuan rata2 anak Indonesia yang masih rendah juga dijadikan alasan yang sebenarnya, dalam menilai sebuah keberhasilan kurikulum, baru dapat dilihat setelah 20 tahun (Ki Hajar Dewantara).

Kedua, pengaruh lingkungan luar yang lebih dominan daripada lingkungan rumah/keluarga. Banyak orang tua yang lebih memilih menyerahkan anaknya ke sekolah dan sisanya membiarkan anak tumbuh dengan lingkungannya. Orang tua sibuk bekerja dan berdalih semua itu juga demi anak. Namun, perlu disadari bahwa keberhasilan pendidikan seutuhnya berawal dari pendidikan keluarga yang baik. Tanpa ada pondasi yang kuat di rumah, mustahil dapat membentuk karakter anak seutuhnya.

Ketiga, pengaruh tayangan sinetron dan siaran yang kurang mendidik. Anak mempunyai rekaman memori yang sangat kuat pada saat dia melihat, meraba, mencium dan mengingat setiap hal yang baik maupun yang buruk. Hal yang buruk terlihat baik dan lumrah karena ketidaktahuan dan kurangnya bimbingan dari orang tua.

Masih banyak sebenarnya tantangan guru yang memang riil terjadi pada saat sekarang. Jadilah guru yang benar-benar "diGugu lan ditiRu (guru yang memberi teladan) baik dari ucapan dan perbuatan. Jadilah guru yang kreatif, inovatif dan menginspirasi. Jadilah guru yang ikhlas, semata-mata hanya untuk kebaikan anak, bukan untuk atasan maupun untuk dipuji.

"Man jadda wa jadda", jadilah dan jadilah karena sebuah keyakinan adalah Doa.

~Guru yang sedang berdoa~

0 komentar: