Senin, 31 Mei 2021


Salam Guru Penggerak!

Halo sobat guru hebat se-Indonesia, semoga semangat Ki Hajar Dewantara dalam memberikan pendidikan yang berdampak pada murid terus mengalir dalam diri kita. Kali ini kembali hadir dengan materi Koneksi antar materi - Pengelolaan program yang berdampak pada murid. Materi ini juga akan dikaitkan dengan materi sebelumnya. 

Pendidikan itu adalah menuntun

Sekolah merupakan tempat pendidikan bagi murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Tujuan dari pendidikan adalah mengembangkan potensi murid dan mencerdaskan kehidupan bangsa untuk dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

"Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat." (Ki Hadjar Dewantara, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan, hal.1, paragraf 4)

Murid memiliki potensinya masing-masing yang dapat dikembangkan dan dimaksimalkan dengan baik. Peran guru dalam dunia pendidikan dapat dikatakan sebagai pamong. Guru harus dapat menjadi teladan, guru dapat menjadi prakarsa dan ide bagi murid serta guru selalu memberi dorongan semangat kepada murid untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. 

Peran Guru Penggerak dalam Pendidikan


Pendidikan guru penggerak yang digagas oleh Kementerian, Pendidikan dan Kebudayaan yang saat ini berubah menjadi Kemdikbudristek mencetak guru-guru untuk menjadi agen perubahan dalam kepemimpinan pembelajaran di sekolah. Di dalam program pendidikan ini tentunya membentuk guru untuk dapat memperbaiki pembelajaran di kelas, mendorong kepemimpinan siswa, menggerakkan komunitas belajarnya dan yang paling utama dapat mengembangkan potensi siswa secara maksimal.

Guru penggerak dibekali ilmu dan pengetahuan untuk dapat meningkatkan kompetensi dirinya. Ada 4 kompetensi yang ditingkatkan, yaitu :

  1. Kompetensi mengembangkan diri dan orang lain
  2. Kompetensi memimpin pembelajaran 
  3. Kompetensi memimpin pengembangan sekolah
  4. Kompetensi manajemen sekolah
Untuk kompetensi 1 dan 2, guru penggerak sudah mempelajari materi tentang penumbuhan budaya positif di sekolah, pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dan teknik coaching dalam penyelesaian masalah.







Sekolah sebagai suatu Ekosistem

Penyusunan sebuah program tentunya didasarkan kepada tujuan dari program itu sendiri. Tujuan utama dari program yang disusun harus mampu mengembangkan potensi dan kekuatan yang ada pada murid dan dapat mendukung tumbuh kembang anak dalam meraih merdeka belajar. 

Sekolah sebagai ekosistem pendidikan yang terbangun dari sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotic (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lain sehingga akan menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah faktor-faktor biotik ini akan saling mempengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Ibarat siklus dalam rantai makanan, ia akan saling mempengaruhi dan membutuhkan satu sama lainnya sehingga terciptalah keselarasan dan keharmonisan yang diharapkan.


Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengelola sumber daya yaitu Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based Thinking). Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, bahwa pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, dimana kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, dan yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif yang dimiliki. 

Sedangkan Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) adalah sebuah konsep pendekatan yang fokus pada apa yang kurang, apa yang mengganggu dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif yang semakin lama akan membuat kita lupa akan potensi kekuatan yang ada disekitar kita untuk dioptimalkan.



Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.


Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Komunitas dapat melihat potensinya menjadi sebuah aset/modal yang dapat dikelola sesuai dengan tujuan dari program yang sedang dijalankan. 


Pengembangan Program yang Berdampak pada Murid


Ada 3 tahapan utama dalam penyusunan program :

  1. Plan (Perencanaan Program)
  2. Do (Pelaksanaan Program)
  3. Evaluation (Evaluasi Program)

Dalam penyusunan perencanaan program memiliki banyak unsur pertimbangan agar program dapat terencana dengan baik. Pertama, program dikembangkan berdasarkan aset yang dimiliki.



Ada 7 modal yang dapat dimanfaatkan dalam sebuah komunitas/sekolah.
1. Modal Manusia
  • Sumber daya yang berkualitas berkaitan dengan kondisi seseorang baik dalam bidang tingkat pendidikan, kesehatan, dan kompetensi yang dimiliki.
2. Modal Sosial
  • Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat.
  • Asosiai atau kelompok yang terdapat dalam masyarakat.
3. Modal Fisik
  • Bangunan atau gedung untuk ruang kelas dalam proses pembelajaran (laboratorium, perpustakaan, dll).
  • Sarana dan prasarana penunjang (air, listrik, internet, jalan, alat transportasi, dll)
4. Modal Alam/Lingkungan
  • Potensi yang dimiliki di sekitar sekolah yang jika diolah dapat memiliki nilai (sungai, kebun, sawah, laut, hewat, tanaman,dll).
5. Modal Finansial
  • Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas/sekolah yang bersumber dari internal.Contoh: Dana BOS.
  • Modal finansial termasuk pengetahuan bagaimana menghasilkan uang untuk mengelola sumber daya di dalam komunitas/sekolah, seperti menanam sayur untuk dijual, membuat karya untuk dipasarkan, dll.
6. Modal Politik
  • Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
  • Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama dan Budaya
  • Keragaman budaya dan agama yang dimiliki untuk menumbuhkan rasa kasih sayang, saling peduli (empati) yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.

Penyusunan program dapat menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA).

Pengelolaan sumber daya yang baik tentunya akan berdampak pada pencapaian program yang akan dilaksanakan di sekolah. Hal ini tentunya berkaitan dengan pendekatan berbasis aset seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pendekatan IA ini melalui tahapan BAGJA dapat digunakan sebagai langkah konkrit dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki sehingga program yang ingin dilakukan memiliki alur yang jelas agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.

Student leadership atau kepemimpinan pada murid adalah salah satu contoh pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid. Kepemimpinan pada murid artinya murid mengambil peran aktif dalam pendidikan mereka dan mengembangkan keterampilan positif dalam proses tersebut.

Program sekolah yang berorientasi pada student leadership dapat melahirkan dan menumbuhkembangkan budaya kepemimpinan, sikap kolaboratif, rasa tanggung jawab, sikap peduli, dan rasa percaya diri dalam diri murid. Selain menumbuhkan sikap positif, student leadership dapat menumbuhkan keterampilan berkomunikasi dan memiliki keterampilan manajerial yang dapat dimanfaatkan untuk komunitas yang lebih luas di masa yang akan datang.

Dalam penyusunan program juga harus mempertimbangkan resiko yang akan terjadi sehingga ada pencegahan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan maupun alternatif yang dapat diambil jika resiko tersebut terjadi.


Evaluasi program sangat penting dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan program. Di dalam evaluasi program juga menghimpun berbagai informasi dan analisis internal selama proses tahapan program dilaksanakan. Fakta apa yang terjadi, pelajaran apa yang dapat dipetik, dan apa yang diharapkan untuk perbaikan program ke depannya.Evaluasi program disusun menjadi sebuah laporan yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam menyusun program selanjutnya.






Kamis, 29 April 2021


Salam Bahagia!

Halo sobat guru sekalian, masih dalam situasi pandemi covid-19. Semoga kita tetap dalam keadaan sehat wal afiat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Kali ini kembali hadir dengan materi Koneksi Antar Materi Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya dimana dalam materi ini akan dihubungkan dengan konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, visi sebagai guru penggerak, penumbuh budaya positif, pembelajaran berpusat pada murid serta teknik coaching dalam penyelesaian suatu masalah. 

Sekolah sebagai suatu ekosistem



Eksosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.

JIka diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya seperti yang tertera pada gambar di atas.



Sekolah tentunya memiliki program dalam peningkatan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya dengan menggunakan berbagai pendekatan. Pendekatan berbasis masalah cenderung melihat terhadap sesuatu yang kurang, apa yang mengganggu, dan apa yang tidak bekerja. Kita terus berpaku pada penyempurnaan hal-hal yang kurang tadi sehingga menjadi sempurna. Pemikiran yang demikian jika dilakukan secara terus menerus akan membuat kita menjadi buta dalam melihat potensi yang dimiliki.
Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi

Pendekatan Berbasis Aset (Aset Based Thinking)


Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Komunitas dapat melihat potensinya menjadi sebuah aset/modal yang dapat dikelola sesuai dengan tujuan dari program yang sedang dijalankan. 

Ada 7 modal yang dapat dimanfaatkan dalam sebuah komunitas/sekolah.


1. Modal Manusia
  • Sumber daya yang berkualitas berkaitan dengan kondisi seseorang baik dalam bidang tingkat pendidikan, kesehatan, dan kompetensi yang dimiliki.
2. Modal Sosial
  • Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat.
  • Asosiai atau kelompok yang terdapat dalam masyarakat.
3. Modal Fisik
  • Bangunan atau gedung untuk ruang kelas dalam proses pembelajaran (laboratorium, perpustakaan, dll).
  • Sarana dan prasarana penunjang (air, listrik, internet, jalan, alat transportasi, dll)
4. Modal Alam/Lingkungan
  • Potensi yang dimiliki di sekitar sekolah yang jika diolah dapat memiliki nilai (sungai, kebun, sawah, laut, hewat, tanaman,dll).
5. Modal Finansial
  • Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas/sekolah yang bersumber dari internal.Contoh: Dana BOS.
  • Modal finansial termasuk pengetahuan bagaimana menghasilkan uang untuk mengelola sumber daya di dalam komunitas/sekolah, seperti menanam sayur untuk dijual, membuat karya untuk dipasarkan, dll.
6. Modal Politik
  • Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
  • Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama dan Budaya
  • Keragaman budaya dan agama yang dimiliki untuk menumbuhkan rasa kasih sayang, saling peduli (empati) yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.

Pengelolaan Aset sesuai dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara


Sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara, bahwa kita sebagai pendidik hanya menuntuk tumbuh atau hidupnya kodrat pada anak agar dapat memperbaiki lakunya. Hubungan pendekatan berbasis aset dengan filosofi ini bahwa kita dapat meilihat setiap anak memiliki potensi yang berbeda untuk dikembangkan melalui proses pendidikan di sekolah. Melihat kekurangan anak memang jauh lebih mudah, tetapi mengembangkan potensi anak adalah hal yang utama sehingga anak kelak dapat menemukan kebahagian yang setinggi-tingginya sesuai dengan tujuan pendidikan.


Peran guru penggerak dalam transformasi pendidikan dapat mengubah paradigman berpikir dalam mendidik siswa. Guru penggerak dididik untuk dapat menjadi agen perubahan agar mampu menggerakkan komunitas yang ada di dalamnya serta mengembangkan potensi siswanya.


Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mendidik siswa yaitu dengan menerapakan budaya positif, dimana tujuan dari penumbuhan budaya positif adalah menumbuhkan karakter baik pada anak. Penerapan disiplin positif di sekolah dapat dilakukan untuk melatih anak dapat memahami perilakunya sendiri, mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri sehingga dapat mendorong motivasi intrinsik yang berasal dari diri anak sendiri.

Pembelajaran yang Berpusat pada Murid

Setiap anak memiliki potensi, minat dan bakat dalam mengembangkan dirinya. Tentunya kita sebagai guru harus memandang anak sebagai manusia yang unik dan dididik dengan cara yang berbeda. Pembelajaran yang dilakukan dengan memandang perbedaan ini dikenal dengan istilah Pembelajaran Berdiferensiasi seperti pada gambar di bawah ini. 



Di samping pembelajaran berdiferensiasi, guru juga harus mempertimbangkan aspek sosial emosional siswa dalam proses belajar. Otak manusia dapat bekerja berdasarkan stimulus yang diberikan baik dari dalam maupun dari luar. Praktik berkesadaran penuh (mindfullness) menjadi hal yang wajib dilakukan untuk merangsang otak agar dapat dikelola dengan baik dan dapat berpikir dengan jernih sehingga akan berdampak pada proses pengambilan keputusan.


Prinsip Penyelsaian Masalah dengan Coaching

Sebagai guru tentunya kita sering menghadapi masalah baik masalah diri sendiri, siswa mapun rekan sejawat yang ada di sekolah. Di dalam proses pembelajaran, jika kita mengalami permasalahan atau siswa yang memiliki permasalahan dalam belajar, kita dapat menggunakan metode penyelesaian masalah dengan menggunakan teknik coaching. Teknik ini melibatkan coach dan coachee (pemiliki masalah), dimana peran coach hanya bertugas sebagai fasilitator untuk menemukan potensi yang ada di dalam diri coachee. Kemampuan yang wajib dimiliki coach diantaranya komunikasi asertif, bertanya efektif, pendengar aktif dan umpan balik positif. Tujuan akhir dari proses coaching ini, coachee dapat menemukan solusi terbaik dari permasalahannya secara mandiri sehingga dapat bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.


Di samping teknik coaching yang melibatkan orang lain untuk dapat membantu menyelesaikan masalah, kita juga dapat menerapkan framework pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan 4 paradigma, 3 prinsip serta 9 langkah pengambilan keputusan. Sebagai seorang pemimpin, hal ini juga dapat menjadi alternatif dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 


Pengelolaan Sumber Daya dengan Pendekatan IA (Inkuiri Apresiatif)

Pengelolaan sumber daya yang baik tentunya akan berdampak pada pencapaian program yang akan dilaksanakan di sekolah. Hal ini tentunya berkaitan dengan pendekatan berbasis aset seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pendekatan IA ini melalui tahapan BAGJA dapat digunakan sebagai langkah konkrit dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki sehingga program yang ingin dilakukan memiliki alur yang jelas agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.





Senin, 26 April 2021

Pemetaan Aset SMP Negeri 1 Petang

 

Pemetaan Aset SMP Negeri 1 Petang, Kabupaten Badung, Bali

Endra Kuswara, S.Pd. – CGP Kab. Badung

            SMP Negeri 1 Petang terletak di Desa Petang, Kec. Petang, Kab. Badung, Bali. Sebelum sekolah ini berdiri, bermula dari adanya sekolah swasta yaitu SMP Wanayasa Petang yang berdiri Tahun 1965 tempatnya di SD 1 Petang. Seiring perkembangan jaman, kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan minat masyarakat menyekolahkan anaknya sangat tinggi sehingga terbentuklah sekolah ini pada 30 Juli 1980 dan menjadi salah satu sekolah negeri di sentral kecamatan Petang.

            Sekolah yang sudah berdiri hampir 41 tahun ini sebagai salah satu pusat pendidikan tentunya memiliki berbagai kemajuan dan pengalaman dalam perjalanannya. Dalam memajukan sekolah, tentunya tidak hanya berbekal pengalaman sekolah, melainkan prinsip pemimpin dalam pengelolaan sekolah harus melihat berdasarkan aset yang dimiliki dan memaksimalkan aset yang ada. Aset tersebut dapat diorganisasi untuk kepentingan bersama serta menuju pengelolaan sekolah yang baik.

            Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:

1.       Modal Manusia

Modal manusia sebagai aset dapat mencakup sumber daya manusia yang berkualitas, pemetaan pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, Di sekolah ini, beberapa aset yang dapat dijadikan modal diantaranya :

o   Kepala sekolah, guru, pegawai, komite sekolah, pengawas. tenaga perpustakaan, dan laboran.

o   Kualifikasi guru S1/S2 dan pegawai S1/D3/SMA.

o   Siswa dengan potensi yang beragam, baik dalam bidang akademik dan non akademik.

o   Tenaga IT yang handal dalam manajemen berbasis IT.

Dengan adanya modal manusia di dalam sekolah, harapannya dapat mewujudkan pengelolaan sekolah yang baik untuk mencapai visi sekolah.

 

2.       Modal Sosial

Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat dapat dijadikan modal sosial. Selain itu, peran organisasi atau komunitas di lingkungan sekolah dan sekitarnya dapat menunjang pengelolaan sekolah. Modal sosial yang dimiliki oleh sekolah ini diantaranya :

o   Kelompok suka duka SMPN 1 Petang

o   Komunitas Praktisi SMPN 1 Petang

o   Organisasi kepramukaan, PMR, KSPAN

o   Kelompok paguyuban orang tua siswa

o   Kesamaan persepsi antar stakeholder

 

3.       Modal Fisik

Modal fisik terdiri atas 2 kelompok utama, yaitu bangunan yang digunakan untuk pembelajaran dan sarana prasarana infrastruktur penunjang. Modal fisik yang dimiliki sekolah ini diantaranya :

o   Gedung dan ruang sekolah, laboratorium IPA & komputer, perpustakaan, aula rapat, aula pentas, lapangan basket, lapangan umum Petang, tempat ibadah (padmasana), dan halaman yang luas.

o   Air PDAM, listrik PLN 22000 Watt, Internet fiber optik 20 Mbps up to 100 Mbps.

o   Koperasi sekolah.

 

4.       Modal Lingkungan

Modal lingkungan juga menjadi salah satu aset yang dapat dimanfaatkan sekolah. Lingkungan yang dapat dijadikan aset dapat berupa potensi yang belum diolah dan memiliki ekonomis tinggi dalam pelestarian alam. Sekolah ini memiliki modal yang sangat bagus khususnya di bidang pertanian karena letak geografis yang berada di dataran tinggi serta mayoritas masyarakat bermata pencaharian di bidang pertanian. Adapaun aset yang dimiliki diantaranya :

o   Daerah pertanian dan Agrowisata Petang.

o   Kebun TOS (Tanaman Obat Sekolah), Greenhouse sekolah

o   Kebun tanaman perindang, tanaman langka dan tanaman penghasil buah.

Selain bernilai ekonomis, modal lingkungan ini juga dapat dijadikan sarana untuk pembelajaran siswa di sekolah. 

5.       Modal Finansial

Modal finansial di sekolah dapat berupa dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah sekolah yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan di sekolah tersebut. Sekolah ini secara khusus dan sekolah negeri tingkat SD dan SMP se-kabupaten Badung mendapat dukungan finansial dari Pemerintah Kabupaten Badung melalui APBD.

Adapun dukungan yang didapatkan seperti pengadaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran, pembayaran gaji guru honor daerah, pemberian insentif atau tambahan penghasilan guru. Di samping itu, modal finansial sekolah juga bersumber dari dana BOS reguler, dimana mulai tahun 2020 mendapatkan dana sebesar 1,2 juta per siswa per tahun. Dengan jumlah yang cukup besar tentunya menjadi modal berharga bagi sekolah untuk meningkatkan layanan kepada murid.

 

6.       Modal Politik

Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial dari semua lapisan atau kelompok dan memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas. Sekolah ini memiliki modal politik yang menunjang dari pengelolaan sekolah diantaranya :

o   Proses PPDB yang sinergis dengan melibatkan Disdikpora, Disdukcapil, dan Diskominfo sehingga terciptanya transparansi dalam proses penjaringan siswa.

o   Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Badung secara aktif terlibat dalam pelestarian dan penanggulangan lingkungan hidup di sekolah-sekolah.

o   Puskesmas dan lembaga kesehatan Kabupaten Badung terlibat aktif dalam pendidikan dan pelayanan kesehatan di sekolah-sekolah.

 

7.       Modal Agama dan Budaya

Agama dan budaya di Indonesia merupakan aset yang sangat berharga dalam menjalani kehidupan sosial masyarakat. Hal ini merupakan suatu kekuatan yang harus tetap dijaga demi keutuhan bangsa kita.

Sekolah menjadi tempat manifestasi dalam pembelajaran kehidupan dengan berbagai agama dan budaya. Modal agama dan budaya di tiap sekolah adalah unik, khususnya di Bali dimana di sini dikenal dengan ragam kultur budaya dan agama. Aset agama dan budaya yang dimiliki sekolah ini yang dapat menjadi kekuatan diantaranya :

o   Toleransi antar agama di lingkungan sekolah.

o   Penguatan Budaya melalui sinergi antara sekolah, desa adat, dan pemerintah.

o   Persembahyangan bersama saat upacara keagamaan.

o   Kegiatan "ngayah" atau gotong royong bersama.

o   "Menyama braya" dalam sekolah maupun kehidupan sosial masyarakat. Menyama braya adalah konsep kehidupan masyarat adat istiadat Bali untuk hidup rukun dan saling menghargai.

Pemetaan aset yang telah dilakukan harapannya dapat menjadi modal berharga bagi pemimpin sekolah ini dan warga sekolah dalam pengelolaan sekolah sehingga potensi ini dapat dimaksimalkan untuk menunjang pendidikan yang berpusat pada murid demi terciptanya visi sekolah yaitu menciptakan lulusan yang cerdas dan berkarakter.

Salam guru penggerak!



Minggu, 11 April 2021



Halo sobat guru se-Indonesia, semoga kita sebagai guru senantiasa untuk memiliki keinginan menimba ilmu yang tentunya berguna untuk diri kita, anak didik kita maupun masyarakat. Kali ini saya akan mencoba berbagai cerita mengenai koneksi antar materi dari modul pendidikan guru penggerak yang telah saya pelajari dan dikaitkan dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Ada sebuah kutipan yang menarik dari Bob Talbert:

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Makna dari kutipan tersebut sungguh dalam, bahwa tujuan utama pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. 


Peran guru dalam dunia pendidikan tetap tidak dapat tergantikan meskipun saat ini kemajuan teknologi mampu menggantikan guru dalam mentransfer ilmu kepada murid. Guru berperan dalam memperbaiki laku murid yang lebih mengarah kepada karakter dan memaksimalkan potensi murid. Sebagi pemimpin pembelajaran, kitalah sebagi guru yang berperan mengambil keputusan yang tepat tentang bagaimana cara menuntun, mendidik, mengajar, memaksimalkan potensi murid. 

Nilai-nilai yang tertanam pada diri kita akan berpengaruh pada bagaiman cara kita mengambil keputusan pada situasi yang kita alami selama mendidik murid. Sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai pratap Triloka, guru sebagai pamong harus memiliki jiwa : 

  • Ing Arso Sung Tuladha (di depan memberi contoh yang baik)
  • Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menjadi prakarsa dan ide)
  • Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan semangat)
Jika kita memiliki jiwa tersebut niscara pendidikan di Indonesia akan menghasilkan murid yang cerdas dan berkarakter. 

Dalam proses pendidikan yang kita berikan kepada murid, tentunya kita sering mengalami permasalahan. Masalah dapat timbul baik dalam diri sendiri maupun dari luar. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran tentunya sangat erat dengan peran kita sebagai guru. Selama mengikuti pendidikan guru penggerak, nilai dan peran guru terus diasah dan ditingkatkan dimana saat ini guru penggerak dididik agar mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi baik permasalahan diri maupun siswa. 

Fasilitator dan instruktur guru penggerak telah memberikan proses coaching (bimbingan) kepada calon guru penggerak (CGP) untuk dapat secara mandiri memahami konsep dari pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. CGP diberikan berbagai studi kasus yang terjadi melalui berbagai permasalahan. CGP akhirnya mampu membedakan antara dilema etika (benar lawan benar) dan bujukan moral (benar lawan salah) serta menyelesaikan kasus tersebut berdasarkan paradigma dilema etika, prinsip serta 9 langkah pengambilan keputusan. 

Pendekatan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dilema etika diantaranya:

  • Berdasarkan paradigma pengambilan keputusan

  1. Individu lawan masyarakat (individual vs community). Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang,
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty). Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term), paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari

  • Berdasarkan prinsip pengambilan keputusan 
  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), 
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), 
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).
  • 9 langkah pengambilan keputusan
  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi.
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
  4. Pengujian benar atau salah terdiri dari : Uji legal, Uji regulasi/standar professional, Uji intuisi, Uji halaman depan Koran, Uji panutan/idola.
  5. Pengujian paradigma benar lawan benar
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi opsi trilema
  8. Buat keputusan
  9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan
Keputusan-keputusan yang diambil harapannya dapat menyelesaikan permasalahan dengan resiko yang paling kecil dan berdampak baik pada lingkungan kelas/sekolah. Jika setiap permasalahan diselesaikan seperti ini niscaya sekolah akan memiliki ekosistem pendidikan yang kondusif dan berdampak langsung pada karakter murid yang baik pula.

Perubahan yang terjadi di sekolah tentunya tidak serta merta dapat diikuti oleh seluruh warga sekolah. Di sinilah pentingnya peran guru-guru penggerak yang dapat berkolaborasi antar warga sekolah, sharing pengalaman dan ilmu untuk mengubah mindset para warga sekolah tentang pendidikan yang berpusat pada murid, menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sesuai kebutuhan murid, pembelajaran sosial emosional yang mengarah kepada karakter serta teknik coaching agar murid dapat menjadi pribadi yang kritis, mandiri, kreatif dan saling berkolaborasi. Merdeka belajar yang diprakarsai oleh "Mas" Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim tentuanya dapat terwujud pada generasi ini jika proses mendidik murid dilakukan oleh guru-guru yang mampu menerapkan berbagai pembelajaran yang berpusat pada murid. Semoga pendidikan di Indonesia dapat lebih baik lagi untuk mewujudkan generasi emas dan berkarakter pancasila.

Salam Guru Penggerak!
Guru penggerak, merdeka belajar.

Ditulis oleh : Endra Kuswara, S.Pd.
SMP Negeri 1 Petang
Calon Guru Penggerak Angkatan 1 Kabupaten Badung